SUARA DARI LANTAI ATAS SEBUAH APARTEMEN

Hari pertama di rumah barunya, Maya merasa sedikit canggung. Setelah bertahun-tahun tinggal di apartemen, akhirnya ia dan suaminya, Dimas, memutuskan untuk membeli rumah kecil di pinggiran kota. Rumah itu terletak di sebuah kawasan yang tenang, jauh dari keramaian kota, dengan dua lantai dan taman yang cukup luas di belakangnya.
Pada awalnya, mereka merasa sangat senang dengan keputusan mereka. Rumah itu cukup luas, meskipun ada beberapa bagian yang sedikit tua dan membutuhkan renovasi. Namun, ada satu hal yang selalu membuat Maya merasa tidak nyaman: suara yang datang dari lantai atas.
Maya pertama kali mendengarnya pada malam pertama mereka menginap di rumah baru. Suara langkah kaki yang berat dan terdengar jelas dari lantai atas. Awalnya, ia mengira itu hanya suara dari rumah tetangga yang mungkin sedang beraktivitas. Namun, suara itu berulang setiap malam, bahkan kadang-kadang terdengar lebih jelas, seperti ada seseorang yang berjalan mondar-mandir.
"Dim, dengar nggak sih?" tanya Maya pada Dimas suatu malam, saat suara itu terdengar lagi.
Dimas yang sudah sangat lelah hanya mengangguk. "Mungkin cuma suara rumah tua yang masih beradaptasi, Maya. Nggak usah dipikirkan dulu."
Namun, meskipun Dimas mencoba menenangkannya, suara itu tidak pernah berhenti. Setiap malam, selalu terdengar langkah kaki yang berjalan di lantai atas. Maya mulai merasa terganggu, dan bahkan tidur menjadi sangat sulit. Ia mulai curiga bahwa ada sesuatu yang aneh dengan rumah itu, meskipun tidak ada yang pernah mengatakan hal buruk tentang rumah tersebut.
Suatu malam, Maya tidak tahan lagi. Ia memutuskan untuk memeriksa lantai atas. Dengan hati-hati, ia naik ke tangga dan perlahan berjalan menuju kamar tidur utama. Lampu di lantai atas menyala, namun lorong terlihat sepi dan gelap. Ia membuka pintu kamar tidur utama, dan saat itulah ia mendengar suara langkah kaki itu lagi, kali ini terdengar lebih dekat.
Maya merasa keringat dingin mulai merembes di tubuhnya. Suara itu semakin keras, seolah-olah seseorang sedang berdiri tepat di belakang pintu. Dengan tangan gemetar, ia membuka pintu dan… tidak ada siapapun di sana.
Namun, yang membuat Maya terkejut adalah benda-benda di kamar yang tampak berantakan. Kamar yang sebelumnya rapi, kini terlihat kacau, dengan kursi yang terbalik dan lemari yang terbuka lebar. Maya menatap bingung, tak mengerti apa yang sedang terjadi.
Di saat itulah, ia melihat sebuah foto yang tergeletak di meja samping tempat tidur. Foto itu adalah foto seorang wanita tua dengan rambut panjang yang sudah memutih. Matanya tampak kosong, namun senyumnya sangat menakutkan.
Maya merasa tubuhnya kaku, dan udara di dalam kamar terasa semakin berat. Ia merasa ada sesuatu yang mengawasinya. Tiba-tiba, sebuah bisikan terdengar jelas di telinganya, "Aku tinggal di sini… kamu ganggu tidurku."
Maya segera berlari keluar dari kamar dan turun ke bawah dengan cepat. Dimas yang mendengar keributan itu terbangun dan bertanya apa yang terjadi.
"Ada sesuatu di atas," jawab Maya dengan suara gemetar. "Ada yang sedang berjalan di lantai atas. Ada yang di kamar itu!"
Dimas mengikutinya untuk memeriksa, tetapi ketika mereka sampai di atas, semuanya terlihat biasa saja. Kamar tidur utama yang tadi kacau kini terlihat rapi seperti sedia kala. Tidak ada yang aneh sama sekali. Maya merasa sangat bingung dan takut.
Namun, suara langkah kaki itu tidak berhenti. Setiap malam, suara itu terus terdengar, seolah-olah ada yang mengikutinya di rumah itu. Bahkan Dimas mulai merasakannya.
Suatu malam, mereka memutuskan untuk mencari tahu lebih dalam tentang rumah itu. Ternyata, rumah yang mereka beli dulunya milik seorang wanita tua yang meninggal secara tragis di rumah tersebut. Konon, wanita itu sangat kesepian dan sering berjalan di sekitar rumah sebelum akhirnya meninggal. Banyak yang percaya bahwa arwah wanita tersebut belum bisa tenang dan masih sering mengganggu penghuninya.
Setelah mengetahui cerita itu, Maya dan Dimas memutuskan untuk pindah. Namun, setiap kali mereka kembali ke rumah itu, suara langkah kaki masih terdengar, seolah-olah rumah itu tidak pernah benar-benar kosong.
Views: 62
Kembali